Umrah Ramadhan, Komnas Haji dan Umrah Minta Pemerintah Tingkatkan Pengawasan
Negara harus hadir untuk memastikan hak-hak jemaah dilaksanakan PPIU sehingga perjalanan ibadah umrah berjalan dengan baik.
Jakarta, UmrahNews – Jelang bulan suci Ramadhan tanda-tanda meningkatnya jemaah umrah yang berangkat ke Tanah Suci kian terasa sebagaimana telah diinformasikan oleh pihak Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Bandara Soekarno Hatta Jakarta yang mencatat ada peningkatan data perlintasan hingga 15% dibanding bulan biasa.
Angka tersebut diperkirakan akan terus meningkat sampai dengan akhir Ramadhan hingga awal bulan Syawal (setelah Idul Fitri) yang bisa sampai 25 %. Sampai dengan saat ini data jemaah umrah sudah mencapai kurang lebih 800 ribu orang.
Dengan lonjakan umrah yang begitu tinggi sekarang ini, Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj mengingatkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama selaku leading sector atas kegiatan ini perlu meningkatkan pengawasan terhadap seluruh proses penyelenggaraan umrah khususnya kepada travel yang telah diberikan izin resmi sebagai penyelenggara umrah atau PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah) memastikan PPIU berkomitmen memberikan layanan dengan baik.
Sebab umrah murni diselenggarakan oleh pihak swasta yang langsung berhubungan dengan dan jemaah selaku konsumen (buissnes to customer). “Negara harus hadir untuk memastikan hak-hak jemaah dilaksanakan PPIU sehingga umrah berjalan dengan baik,” ujar Mustolih dalam keterangannya kepada media, Senin (20/3/2023).
Beberapa aspek yang perlu dilakukan pengawasan antara lain meliputi harga dan fasilitas yang dijanjikan PPIU, kepastian tiket dan ketepatan jadwal penerbangan dari tanah air ke Arab Saudi dan sebaliknya, rencana perjalanan dari PPIU, kelengkapan dokumen, layanan akomodasi dan konsumsi yang layak di tanah suci, asuransi, data manifes jemaah harus sesuai ketika berangkat dan pulang, penanganan bagi jemaah yang sakit hingga perlindungan hukum di Arab Saudi jika terjadi persoalan.
Di samping itu, kesiapan dan layanan di bandara juga perlu mendapatkan perhatian agar jemaah nyaman tidak terjadi penumpukan.
“Pengawasan bisa juga dilakukan secara partisipatif dengan membuka berbagai layanan pengaduan dari jemaah yang merasa dirugikan oleh oknum PPIU melalui kanal-kanal media sosial (medsos),” ujar Mustolih.
Menurut dia, ada beberapa faktor yang mendorong jemaah umrah begitu antusias berziarah ke tanah suci pada bulan Ramadhan. Pertama, penundaan umrah di masa pendemi dua tahun lalu membuat masyarakat sangat bersemangat kembali berkunjung ke tanah suci. Kedua, umrah pada bulan Ramadhan dianggap memiliki nilai keutamaan dan kemuliaan tersendiri di banding bulan-bulan lainnya. Ketiga, umrah saat ini bukan saja ibadah tapi sudah menjadi life style dikalangan ummat islam sehingga bisa dikemas dengan berbagai kegiatan wisata lainnya.
Keempat, relaksasi berbagai prokes pasca melandainya pandemi Covid-19 di tanah air dan di negara tujuan menyediakan berbagai kemudahan pengurusan umrah termasuk adanya digitalisasi beberapa sektor penting. Kelima, kebijakan Arab Saudi memperpanjang visa dari 30 hari menjadi 90 hari memiliki daya tarik tersediri, sehingga visa umrah bisa digunakan untuk kunjungan non umrah di luar haramain ( dua kota suci Mekkah -Madinah). Keenam, antrian haji regular yang sudah sangat panjang, demikian juga haji khusus karena kuota terbatas menyebabkan umrah menjadi alternatif. Umrah sering disebut sebagai haji kecil (minus wukuf di Arafah dan jumrah di Mina).
Mustolih menilai, penyelenggaraan umrah belakangan ini sudah berjalan cukup baik, jangan sampai image yang sudah sangat positif ini dinodai oleh oknum-oknum penyelenggara perjalanan yang tidak bertanggungjawab. Peristiwa terlantarnya jemaah umrah di Bandara Jogjakarta Air Port beberapa waktu ini tidak boleh terjadi lagi.
“Penyelenggara perjalanan (PPIU) nakal dan tidak komitmen harus ditindak tegas karena jika dibiarkan bukan saja merugikan jemaah tetapi juga merugikan travel pada umumnya dan industri umrah,” kata Mustolih yang juga dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta.
Merujuk Pasal 95 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, PPIU yang tidak memberikan hak-hak jemaah dapat dikenai sanksi administrasi teguran tertulis, pembekuan sampai pencabutan izin usaha. “Dalam keadaan tertentu jika akibatnya fatal bisa dilakukan penindakan penegakan hukum pidana,” tegasnya.